Thursday, February 13, 2014
Memilih Ratu Adil
KOMPAS,
RABU,
12
F,EBRUARI
2014
Memilih
Ratu
Adil
Oleh
AIRLANGGA
PRIBADI
KUSMAN
lo.
I~
S
S
aat
ini
sudah
jamak
bila
kita
mendengar
kebencian
publik
terhadap
dunia
politik
.
atau
kinerja
politisi
dan
pemimpin.
Alasan
umum
yang
kerap
kali
,
muncul,
setelah
terpilih
melalui
prosesi
politik
elektoral,
kerap
kalipernimpin
politik
melupakan
konstituen
dan
mandat
yang
te
lah
mereka
pegang,
Publik
ke
mudian
kembali
tersisihkan
di
pinggir
arena
Apabilakitarunut
kebelakang,
boleh
jadi
persoalannya
lebih
pe
lik
dari
sekadar
pengkhianatan
mandat.
Masalah
muncul
sejakdi
awal.
Ketika
'publik
mengantar
kan
politisi
menjadi
pernimpin,
kita
sering
kali
memperlakukan
mereka
ibarat
ratu
adil:
hanya
mengelu-elukan
mereka
dengan
cekkosonguntuk
menyelesaikan
segala
masalah
di
tengah
me
numpuknya
kekecewaan.
Ketika
hal
ini
terjadi,
kerap
kali
ke
lanjutannya
bukanlah
sebuah
perubahan
yang
lebih
baik.
Ha
rapan
tidak
menjelma
menjadi
kenyataan
dan
gelap
tidak
ber
ubah
menjadi
terang.
Fluktuasi
politik
Kondisi
seperti
inilah
yang
mungkin
saja
inuncul
menjelang
suksesi
kepernimpinan
nasional
2014,ditengah
mulaitumbuhnya
loyalitas
serta
fanatisme
terhadap
figur
yang
diproyeksikan
sebagai
ratu
adil
baru.
Saat
mengusung
figur
politik
yang
akanditampilkan
sebagai
pernimpin
nasional,
seperti
sosok
Joko
Wi-.
dodo,
Prabowo
Subianto,
dan
tokoh-
tokoh
lainnya,
kita
melupa'
kan
kerja
untuk
membangun
dialogintensifantara
agenda-agenda
publik
sebagai
tawaran
perubahan
denganprogram
danjanji
para
pernimpin
untuk
memim
pin
Indonesia
ke
depan.
Tulisan
ini
tidak
ingin
meng
kritik
tampilnya
para
politisi
de
ngan
kapasitas
ataupun
perfor
rnanya
,Tulisan
ini
ingin
mengoreksi
bagaimana
.saat
ini
penciptaan
opini
tentang
para
calon
pemimpin
yang
dianggap
dapatmembawa
perubahan
telah
melupakan
agenda
penting
tentangapayangseharusnya
diubah
untuklndonesia
yang
lebih
baik.
Juga
daftar
perubahan
apa
saja
yang
harus
dimasak
dan
dikelola
oleh
tuntutan
publik
dan.bagaimana
mengubahnya
derigan
kebijakan-
kebijakan
konkret
di
tengah
kondisi
yang
ada.
Ketika
hal
ini
absen
dalam
aksi
politik
yang
kita
lakukan
pada
momen
suksesi
2014,
alih-alih
sebuah
perubahan
.otentik,
yang
terjadi
adalah
lahirnya
kekecewaan
baru
karena.
ternyata
figur
pemimpin
yang
kita
usung
bekerja
dengan
pikirannya
sendiri:
tidak
berdasarkan
rujukan
konkret
dari.
aspirasi
pemilihnya,
Ada
hal
yang
patut
dicermati
untuk
direnungkan
agar
momen
perubahan
2014
tidak
terantuk
pada
tembok
sejarah
tluktuasi
harapan
dan
kekecewaan
seperti
sebelumnya.
Kerap
kali
dalam
momen
suksesi
politik
demokratis,
para
intelektual
ataupun
elite
bersikap
partisan
dengan
menyodorkan
figur
pernimpin,
tetapi
melupakan
bahwa
dalam
demokrasi
adalah
entitas
civil
society,
bukan
elite
yang
menentukan
perubahan.
Di
tengah
antusiasme
tentang
,
figurpemimpin
yangakan
menghadirkan
perubahan,
kita
melupakan
pentingnya
menata
dan
mengelolaagenda-agenda
publikserta
prioritas
yang
terukur
.untuk
memengaruhi
masa
depan
politik,juga
mengawasiarena
politikdankepernimpinan
nasional.
Alih-alih
membentuk
perubahan
politik
di
masa
depan,
situasi
seperti
ini
berpotensi
menciptakan
tokoh
sentral
dalam
sorotan
cahayapanggungopera
dan
menjadikan
rakyat
tak
lebih
sebagai
penonton.
Padahal,
dalam
proses
demokrasi,
para
aktor
strategis
seperti
intelektual,
tokoh
masyarakat
sipil,
dan
elite
politik
merniliki
tugas
sejarah
untuk
bersama-sama
mendewasakan
proses
politik
ataupun
interaksi
antara
pernimpin
dan
rakyatnya
Seperti
diutarakan
Matthew
Flinders
(2012)dalam
Defending
Politics:
Why
Democracy
Matters
in
Twentietli
First
Century,
bahwa
apatisme
politik
kerap
berawal
dari
ketergantungan
politisi
terhadapkonstituen.
Iniyangmemc
buat
mereka
menebar
janji-janjipopulis,
sementara
rakyat
memercayaijanji-
janji
tersebut
tan-
pa
syarat.
Dalam
kondisi
demikian,
jalan
untuk
merehabilitasi
ranah
politik
membutuhkan
hadirnya
kedewasaan
berpolitik.
,
"Negara
pengurus"
Kedewasaan
berpolitik
diba-.
ngun
melalui
'dua
ukuran.
Pertama,
tampilnya
barisan
warga
negara
aktif
yang
berpartisipasi
dalam
penentuan
agenda-agenda
politik
konkret.
Kedua,
rnunculnya
pemimpin
yang'
mampu
membuat
skala
prioritas
kebijakan
(dari
agenda
yang
telah
dirumuskan
warga)
yang
memungkinkan
dapat
dieksekusi
sesuai
kapasitas
politik
yang
dimilikinya.
'
Melalui
hubungan
antara
negara
dan
masyarakat
sipil
yang
intens,
arena
demokrasi
menjadi
arena
pembelajaran,
di
mana'
rakyat
berpartisipasi
menentukan
program
politik
untuk
memengaruhi
kebijakan
ataupun
mengevaluasinya.
Warga
negara
yangaktifdan
dewasamenyadari,
pernimpin
bukanlah
superhero
yang
dapat
menyelesaikan
segala
persoalan.
Pemimpin
hanyalah
'
agensi
yang,
diberi
mandat
sebagai
aktor
yang
menjalankan
perannya-meminjam
istilah
Mohammad
Hatta=di
dalam
negara
pengurus.
Dalamrelasiantara
negara
dan
masyarakat
sipil
di
dalam
konstruksi
negara
pengurus,
bukan
saja
negara
dan
aparatusnya
dibatasi
untuk
tidak
memiliki
kekuasaan
tak
terbatas,
tetapi
dinamika
kehidupan
politik
bernegara
juga
ditentukan
pertama-
tama
oleh
inisiatif-inisiatif
perubahan
oleh
warga
negara
Agenda-agenda
itu
kemudian
dirumuskan
dalam
skala
prioritas
kebijakan
oleh
aparat
negara
sebagaipengeloladidalambangun
an
negara
pengurus.
Sebagai
ilustrasi,
kita
dapat
belajar
pada
capaian-capaian
politik
progresif
dari
negara
lainseperti
Amerika
Serikat.
Keberhasilan
perjuangan
untuk
meruntuhkan
segregasi
rasial
dan
menegakkan
kebebasan
sipil
bukanlah
dihasilkan
dengan
pem~,
berian
cek
kosong
kepada
pernimpin
seperti
John
F
Kennedy
ataupun
penerusnya.
Keberhasilanpolitikitudibangun
melalui
sejarah
perlawanan
dan
pengelolaan
agenda
politik
pergerakansosial
dari
akar
rumput;
dari
politik
warga
negara
yang
dengan
tekanan
ataupun
aksi
kolektif
mampu
mendesakkan
elite
politik
untuk
merealisasikan
tuntutan
politik
tersebut
menjadisebuah
perubahan
konkret.
Demikianpulayangharus
kita
cermati
untuk
menentukan
masa
depan
republik
ini
dengan
segenappersoalan
di
dalamnya,
Kalangan
aktor-aktor
strategis
yang
menjadi
pembentuk
opini
dalam
tahun
politik
2014
seharusnya
tidak
hanya
mendorong
sentimen
rnilitansipublikkepada
calon
pemimpin,
Kita
tidak
hanya
berfokus
pada
nama-nama
calonpemimpin
sebagaikandidat
ratu
adil.
Tugasawalyangmendesak
sebelum
masuk
pada
langkah
politik
selanjutnya
adalah
mengikatkan
agenda-agenda
perubahan
fundamental
dalam
republik
demokratik
kepada
para
kandidat
dengan
berpartisipasi
dan
mengawasijalannya
pemerintahan
dengan
menyadari
batasan
kondisi-kondisi
yang
ada.
'
Jalan
pencerahan
politik
seperti
ini
penting
untuk
dfambil
agar
nanti
kita'tidak
sekadar
mernilih
ratu
adil,
kemudian
terantuk
pada
kebencian
yang
lebihdalam
pada
ruang
politik.
AIRLANGGA
PRIBADI
KUSMAN
Pengajar
Departernen
PoZitik
FISIP
Universitas
AirZangga;
Kandidat
PhD
Asia
Research
Center
Murdoch
University
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment